Jumat, 05 Agustus 2011

Kalau Seleb Bisa Cerai, Orangtuaku Tidak Bisa.

Infotainment akhir-akhir sedang membahas perceraian salah satu selebritis tanah air yang juga merupakan diva pop. Perceraian yang sudah terhitung untuk ketiga kalinya. 3 kali pernikahan 3 kali cerai. Jelas, mereka tidak mau memberi tahu penyebab keretakan rumah tangga mereka, bahkan terkesan tidak ada masalah. Saya sedikit heran kenapa ekspresi mereka tidak menunjukkan kesedihan sama sekali. Padahal mereka bilang 'ya saya sedih".

Hal tersebut kembali mengingatkan saya pada pernikahan orangtuaku 24 tahun yang lalu. Jika mungkin dibandingkan dengan pernikahan seleb tersebut jelas sangat jauh berbeda dari segi kemapanan dan kesiapan dalam berumah tangga. Ayahku menikah dengan ibuku dalam kondisi miskin, bahkan sangat miskin. Untuk makan saja susah. Parahnya, mereka belum pernah kenal sebelumnya dalam arti belum pacaran sebelumnya. Bagaimana mungkin menikah dengan seseorang yang sebelumnya belum pernah kenal. Ketemu aja enggak. Belum tau sifatnya kayak apa. Resikonya besar. Bagaimana kalau suaminya ternyata seorang temperamental, pemabuk, penjudi, dan pengangguran? Tapi lihatlah, janji sehidup semati didepan altar 24 tahun yang lalu masih konsisten hingga saat ini. Saya sering melihat ayah dan ibu bercanda dengan menyatakan bahwa dulu waktu mereka nikah, ayahku sangat jelek perawakannya, lalu ayahku akan menimpali dengan mengatakan "tapi sekarang mama yang paling jelek". Harmonis. Dengan demikian kami anak-anaknya tumbuh dengan baik. Seimbang. Sesuai. Dan jelas bahagia.

Kalau mau yang lebih miris. Ada. Pernikahan kakek nenek ku . Kondisinya malah jauh lebih miskin. Kakek juga tidak terlalu peduli dengan rumah tangga dan anak-anaknya. Yang banyak berjuang ya nenek. Rela melakukan apa saja untuk anak-anaknya. Tapi tetap saja ada imbas, anak-anaknya hanya sebagian yang menamatkan sekolah. Sisanya tidak. Tapi tetap, langgeng hingga ajal menjemput kakek. Bahkan ketika penguburan kakek, nenek berkata kepada penggali kuburan " sisakan tempat untukku ya". 


Kenapa bisa harmonis? Kenapa bisa langgeng? Jelas bukan karena tidak ada masalah dalam rumah tangganya. Dalam rumah tangga ayah dan ibuku misalnya, bukan hanya ada masalah tapi sangat banyak masalah. Masalah ekonomi yang serba berkekurangan, judgement sosial yang ditujukan ke ayah, masalah anak-anak, masalah yang juga datang dari keluarga ayah dan saudara-saudaranya, belum lagi masalah pekerjaan ayah kala itu, sampai masalah fitnah juga pernah ada. Luar biasa masalahnya. Dari pernikahan kakek dan nenek juga. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana nenek mengatur dan membesarkan ke12 anak-anaknya. 12 sifat berbeda dengan kenakalan yang berbeda. Hebat. Salut buat nenek.

Akhirnya saya berpikir bahwa langgeng atau tidak pernikahan bukan pada eksistensi ada atau tidaknya masalah. Tapi karena Cinta. Lho apa bedanya pernikahan seleb itu dengan pernikahan orangtuaku? Sama-sama ada cinta kok. Bedanya kalo seleb itu cinta sudah ada sebelum pernikahan, ayah dan ibuku baru dapat cinta setelah pernikahan. Lalu apa? Cinta orangtuaku jelas lebih besar dan kuat. Kenapa bisa kuat? Karena cinta sudah terasah oleh banyaknya masalah yang datang bertubi-tubi dalam kehidupan berumahtangga. Semakin banyak masalah cinta juga semakin kuat karena diselesaikan bersama-sama. Cinta orangtuaku tidak relatif. Tapi absolut. Masalah yang datang bukan dijadikan masalah, tapi tantangan. Pernikahan orangtuaku kembali pada esensi pernikahan yakni KASIH. Bukan kepada kecocokan semata. Karena ada cinta, kesadaran, kepercayaan dan tanggung jawab akan ada, apalagi untuk cinta yang sudah terasah, sudah kuat. Maka ketika ada masalah lain datang, tidak ada alasan untuk mengakhiri begitu saja tapi ayo berjuang lagi. Habis sudah biasa menyelesaikannya.

Beda sekali dengan pernikahan seleb kawin cerai  yang mengagung-agungkan cinta sesaat. Cinta karena kecocokan. Alhasil cinta menjadi semu. Senantiasa mengandalkan kekuatan semu untuk memulai dan mengakhiri semuanya. Materi misalnya. Toh juga semua bisa dibeli, nikah jadi gampang. Cocok ya kawin. Ketika ada masalah, tidak diselesaikan dengan bersama-sama. Hanya ada satu jalan. Perceraian.


Semoga saya bisa belajar.

Nink Telaumbanua



Tidak ada komentar:

Posting Komentar